Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Puncak tertinggi gunung Lawu (Puncak Argo Dumilah) berada pada
ketingggian 3.265 m dpl.

Kompleks Gunung Lawu ini memiliki luas
400 KM2 dengan Kawah Candradimuka yang masih sering mengeluarkan
uap air panas dan bau belerang. Terdapat dua buah Kawah tua di
dekat puncak Gunung Lawu yakni Kawah Telaga Kuning and Kawah
Telaga Lembung Selayur.

Banyak sekali tempat-tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat
sehingga tidak hanya anak muda, tetapi banyak orang tua yang
mendaki gunung Lawu untuk berjiarah. Masyarakat Jawa percaya bahwa
puncak gunung Lawu dahulunya adalah merupakan kerajaan yang
pertama kali di pulau Jawa. Gunung Lawu ini sangat berarti bagi
Masyarakat Jawa terutama mereka yang masih percaya dengan Dunia
Gaib.
Terdapat banyak tempat wisata disekitar gunung Lawu seperti Telaga
Sarangan, Air Terjun Grojogan Sewu, Tawangmanu, Candi Sukuh,
Sangiran, Kraton Solo.

Gunung Lawu dapat didaki lewat Cemoro Kandang (Jawa Tengah) atau
Cemoro Sewu (Jawa Timur), jarak kedua tempat ini tidaklah begitu
jauh.

Dari Tawangmangu kita bisa naik mobil Omprengan menuju
Cemoro Sewu atau Cemoro Kandang. Apabila terlalu sore kita harus
mencarter mobil dan bila tidak ada mobil kita harus berjalan kaki
sekitar 9,5 Km menuju Cemoro Kandang atau 10 Km menuju Cemoro Sewu.
Mobil terakhir omprengan biasanya sekitar pukul 17.00, namun bila
sedang ramai kadangkala jam 19.00 masih ada mobil omprengan.
JALUR CEMORO KANDANG
Di Pos Cemoro Kandang terdapat MCK, mushola,
dan sebuah ruangan kecil untuk beristirahat. Terdapat sebuah aula
terbuka yang dapat digunakan untuk mengadakan acara-acara bersama.
Di depan Pos ini juga banyak terdapat warung-warung makanan dan
minuman. Pos Cemoro Kandang ini dikelola oleh Kelompok Pecinta
Alam yang tergabung dalam wadah Anak Gunung Lawu. Sedangkan Pos
Cemoro Sewu dikelola oleh kelompok Pecinta Alam yang tergabung
dalam Paguyuban Giri Lawu.

Jalur Cemoro Kandang jaraknya sedikit lebih
jauh dibandingkan dengan jalur Cemoro Sewu, namun jalur ini agak
landai sehingga dapat dilalui pejiarah dengan menggunakan kuda
yang disewa dari Tawangmangu. Jalur Cemoro Kandang juga dapat
digunakan untuk melakukan petualangan Sepeda Gunung. Pos-pos di
sepanjang jalur ini berupa bangunan beratap yang sudah rusak,
kecuali di Pos 1 dan Pos 2 dalam kondisi masih utuh dan pada
hari-hari tertentu digunakan untuk berjualan makanan. Jalur ini
didominasi tanah merah, sehingga pada saat turun hujan atau
sesudah turun hujan jalur sangat licin.

Dari Cemoro Kandang menuju Pos 1 (Taman Sari
Bawah) jalur agak landai, selama perjalanan bila cuaca cerah tak
berawan pendaki akan dapat menyaksikan puncak Cokro Suryo. Sebelum
mencapai Pos 1 terdapat jalan setapak yang menuju ke Air Terjun.
Di jalur ini seringkali bau belerang sudah mulai tercium. Pos 1
terdapat bangunan yang dapat melindungi pendaki dari hujan dan
terpaan angin kencang. Pada hari Kamis - Minggu biasanya terdapat
pedagang makanan yang menempati Pos ini.

Menuju
Pos 2 (Taman Sari Atas) jalur sedikit lebih curam dibandingkan
dengan jalur Pos 1. Nampak Kawah Condrodimuko tak henti-hentinya
menyemburkan asap dan bau belerang. Kawah ini diapit oleh dua buah
gunung, yakni puncak Cokro Suryo dan puncak Gunung Lawu lainnya
yang nampak begitu jelas di sepanjang Jalur. Mulai dari Jalur 2
ini hingga menuju puncak banyak ditumbuhi bunga Edelweis. Pada
musim pendakian dan pada hari-hari besar Jawa seperti Suro, Mulud,
dll. dimana banyak orang melakukan jiarah-jiarah di tempat kramat,
di Pos 2 ini seringkali ramai terdapat pedagang makanan.

Dari Pos 2 Menuju Pos 3 kita akan melewati
sebuah sungai kecil dan sebuah Sumber Air. Perjalanan dilanjutkan
dengan menyusuri Tebing batu yang sangat indah di sisi kanan
sedangkan sisi kiri berupa jurang. Jalur ini sempit menyusuri
lereng yang melingkari puncak Cokro Suryo, dengan sisi Jurang
Pangarip-arip yang sangat dalam. Jalur ini selain menyusuri jurang
juga rawan longsor, bila turun hujan sangat licin dan dalam cuaca
berkabut pendaki harus ekstra hati-hati karena jalur sering tidak
kelihatan. Bangunan Pos 3 sudah rusak namun masih dapat digunakan
untuk berlindung dari hujan dan angin.

Meninggalkan Pos 3 kita akan melewati salah
satu tempat yang dikeramatkan masyarakat yakni sebuah sumber air
yang bernama Sendang Panguripan. Sendang ini bentuknya mirip
sebuah sumur dengan air yang jernih dan dingin. Pada hari-hari
tertentu tempat ini sering dikunjungi para pejiarah, bunga dan
sesajen lainnya sering kita jumpai di tempat ini.

Menuju
Pos 4 Jalur meliuk-liuk menyusuri lereng terjal, terdapat jalan
pintas yang sangat terjal dan licin bila hujan turun. Bunga
Edelweis tumbuh banyak sekali dilereng-lereng sepanjang jalur ini,
bermunculan diantara pohon-pohon sisa-sisa kebakaran hutan.

Dari
Pos 4 Menuju Pos 5 Jalur bervariasi agak mendatar, sedikit menurun,
sedikit mendaki, pemandangan sangat indah akan kita saksikan di
sepanjang jalur ini. Jalur berliku-liku, batuan berserakan, padang
rumput, padang edelweis, batang-batang kering sisa-sisa kebakaran
hutan, seolah-olah kita berada di suatu taman yang sangat aneh
seperti dalam dunia komik. Beberapa puncak-puncak nampak
bermunculan, puncak Cokro Suryo kelihatan begitu runcing dan
sangat tegar.

Dari Pos 5 pendaki dapat langsung menuju ke
Puncak Hargodumilah, Puncak Hargo Puruso, atau Puncak Hargo
Tulling. Bisa juga langsung berjiarah ke makam kuno di Hargo Dalem,
atau Pasar Dieng/Pasar Setan. Di sepanjang jalur ini banyak tumbuh
Edelweis dan padang rumput yang terdapat dilereng-lereng gunung
menuju puncak-puncak gunung.
TEMPAT-TEMPAT KERAMAT DI GUNUNG LAWU
Nama asli gunung Lawu adalah Wukir Mahendra.
Menurut legenda, gunung Lawu merupakan kerajaan pertama di pulau
Jawa yang dipimpin oleh raja yang dikirim dari Khayangan karena
terpana melihat keindahan alam diseputar Gn. Lawu. Sejak jaman
Prabu Brawijaya V, raja Majapahit pada abad ke 15 hingga kerajaan
Mataram II banyak upacara spiritual diselenggarakan di Gunung Lawu.
Hingga saat ini Gunung Lawu masih mempunyai ikatan yang erat
dengan Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta terutama pada
bulan Suro, para kerabat Keraton sering berjiarah ke tempat-tempat
keramat di puncak Gn.Lawu.
Terdapat
padang rumput pegunungan banjaran Festuca nubigena yang
mengelilingi sebuah danau gunung di kawah tua menjelang Pos
terakhir menuju puncak pada ketinggian 3.200 m dpl yang biasanya
kering di musim kemarau. Konon pendaki yang mandi berendam di
tempat ini, segala keinginannya dapat terkabul. Namun sebaiknya
jangan coba-coba untuk mandi di puncak gunung karena airnya sangat
dingin.
Rumput yang tumbuh di dasar telaga ini berwarna
kuning sehingga airnya kelihatan kuning. Telaga ini diapit oleh
puncak Hargo dumilah dengan puncak lainnya. Luas dasar telaga
Kuning ini sekitar 4 Ha.

Foto Puncak Lawu tahun 2003
Terdapat
sebuah mata air yang disebut Sendang Drajad, sumber air ini berupa
sumur dengan garis tengah 2 meter dan memiliki kedalaman 2 meter.
Meskipun berada di puncak gunung sumur ini airnya tidak pernah
habis atau kering walaupun diambil terus menerus. Air sendang ini
dipercaya dapat memberikan mujijat bagi orang yang meminumnya.
Juga terdapat bangunan yang berupa bilik-bilik untuk mandi, karena
para pejiarah disarankan untuk menyiram badannya dengan air
sendang ini dalam hitungan ganjil.
Juga ada sebuah gua yang disebut Sumur
Jolotundo menjelang puncak, gua ini gelap dan sangat curam turun
ke bawah kurang lebih sedalam 5 meter. Gua ini dikeramatkan oleh
masyarakat dan sering dipakai untuk bertapa. Sumur ini berupa
lubang bergaris tengah sekitar 3 meter. Untuk turun ke dalam sumur
harus menggunakan tali dan lampu senter karena gelap. Di dalam
sumur terdapat pintu goa dengan garis tengah 90 cm. Konon di dalam
sumur Jolotundho ini sering digunakan untuk bertapa, dan digunakan
guru-guru untuk memberi wejangan/pelajaran kepada muridnya.

Foto Puncak Lawu tahun 2008
Terdapat sebuah bangunan di sekitar puncak
Argodumilah yang disebut Hargo Dalem utuk berjiarah, disinilah
tempatnya Eyang Sunan Lawu. Tempat bertahta raja terakhir
Majapahit memerintah kerajaan Makhluk halus. Hargo Dalem adalah
makam kuno tempak mukswa Sang Prabu Brawijaya. Pejiarah wajib
melakukan pisowanan (upacara ritual) sebanyak tujuh kali untuk
dapat melihat penampakan Eyang Sunan Lawu. Namun tidak jarang
sebelum melakukan tujuh kali pendakian, pejiarah sudah dapat
berjumpa dengan Eyang Sunan Lawu.
Di
sekitar Hargo Dalem ini banyak terdapat bangunan dari seng yang
dapat digunakan untuk bermalam dan berlindung dari hujan dan angin.
Terdapat warung makanan dan minuman yang sangat membantu bagi
pendaki dan pejiarah yang kelelahan, lapar, dan kedinginan. Inilah
keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.265 mdpl, terdapat warung
di dekat puncaknya.

Foto Puncak Lawu tahun 2010
Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa prasasti
batu yang berblok-blok, pasar ini hanya dapat dilihat secara gaib.
Pasar Diyeng akan memberikan berkah bagi para pejiarah yang
percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara tiba-tiba kita
mendengar suara "mau beli apa dik?" maka segeralah membuang uang
terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau rumput
seolah-olah kita berbelanja, maka sekonyong-konyong kita akan
memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak. Pasar
Diyeng/Pasar Setan ini terletak di dekat Hargo Dalem.
Pawom Sewu terletak di dekat pos 5 Jalur Cemoro
Sewu. Tempat ini berbentuk tatanan/susunan batu yang menyerupai
candi. Dulunya digunakan bertapa para abdi Raja Parabu Brawijaya
V.

Foto Puncak Lawu tahun 1930 - Photo by tropen Museum - Nederlands
Tidak ada komentar:
Posting Komentar